![]() |
|||||||
|
|||||||
Analisis Cerpen Mbok Jah
06.56 |
Analis Cerpen "Mbok Jah"
Lebaran, ya lebaran mugkin yang akan banyak dinantikan kehadirannya,
karena lebaran banyak memberikan syindrom-syindrom kebahagiaan bagi semua
kalangan terutama masyarakat muslim di dunia. Banyak diantaranya yang
menjadikan momen lebaran sebagai ranah untuk memberikan sedekah bagi kalangan
yang tidak mampu, terkadang segelintir orang menjadikan lebaran sebagai mencari
rizki dengan membuat lapak-lapak makanan kecil atau pengamen jalanan. Status
orang ‘berada’ lagaknya semakin membumbung tinggi dengan kemampuan yang lebih
dari kaum yang kalah. Hiruk pikuk lebaran juga menjadikan segelintir orang
sebagai momok yang mencekik para kaum jelata, karena biaya bis-bis kota
melonjak tajam, sudah barang tentu bagi orang miskin untuk mudik di kampung
halaman hanyalah mimpi
Dalam cerpen
“Mbok Jah” Umar Kayam mengambil tema
tentang hiruk-pikuk Lebaran dari sudut pandang yang sama sekali ‘beda’. Ia
seolah menghadirkan sebuah kesadaran yang dalam bahwa lebaran tak serta merta
menjadi momen yang membuat semua orang bahagia; Bahwa ada sebagian orang yang
tak bisa ikut merasakan kebahagiaan yang datang bersama lebaran. Orang-orang
itulah yang menjadi sorotan dalam cerpen-cerpen Umar Kayam termasuk dalam
cerpen “Mbok Jah” yang tidak pernah
berkumpul dengan keluarganya. Membaca cerpen-cerpen Umar Kayam, kita seperti
dihadapkan pada suatu ruang yang membuat kita tersadar betapa di tengah-tengah
rasa gembira yang kita rasakan seiring datangnya lebaran, ada orang-orang
‘malang’ yang justru merasakan hal yang berbeda. Ada orang-orang yang ‘kalah’
dalam kerumunan orang-orang yang merayakan ‘kemenangan’. Itulah suasana (atmosphere)
yang sering terjalin dalam cerpen-cerpen Umar Kayam termasuk dalam cerpen “ Mbok Jah”.
“Sudah
dua tahun, baik pada Lebaran maupun Sekaten, Mbok Jah tidak “turun gunung”
keluar dari desanya di bilangan Tepus, Gunung Kidul, untuk berkunjung ke rumah
bekas majikannya, keluarga Mulyono, di kota. Meski pun sudah berhenti karena
usia tua dan capek menjadi pembantu rumah, Mbok Jah tetap memelihara hubungan yang
baik dengan seluruh anggota keluarga itu. Dua puluh tahun telah dilewatinya
untuk bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga yang sederhana dan
sedang-sedang saja kondisi ekonominya. Gaji yang diterimanya tidak pernah
tinggi, cukup saja, tetapi perlakuan yang baik dan penuh tepa slira dari
seluruh keluarga itu telah memberinya rasa aman, tenang dan tentram.
Buat seorang janda yang sudah selalu tua itu, apalah yang dikehendaki
selain atap untuk berteduh dan makan serta pakaian yang cukup. Lagi pula anak
tunggalnya yang tinggal di Surabaya dan menurut kabar hidup berkecukupan tidak
mau lagi berhubungan dengannya. Tarikan dan pelukan istri dan anak-anaknya
rupanya begitu erat melengket hingga mampu melupakan ibunya sama sekali. Tidak apa, hiburnya. Di rumah keluarga Mulyono ini dia merasa mendapat
semuanya. Tetapi waktu dia mulai merasa semakin renta, tidak sekuat sebelumnya,
Mbok Jah merasa dirinya menjadi beban keluarga itu. Dia merasa menjadi buruh
tumpangan gratis. Dan harga dirinya memberontak terhadap keadaan itu.
Diputuskannya untuk pulang saja ke desanya.
Cerpen “Mbok Jah” Karya Umar Kayam”
menceritakan tentang kehidupan seorang pembantu yang sudah dua puluh tahun
mengabdi kepada majikan keluarga Mulyono. Perlakuan
baik dan penuh tepa selira selalu di dapat oleh Mbok Jah. Dalam cerpen ‘Mbok
Jah’, Umar Kayam menghadirkan suasana sendu tentang kehidupan seorang
pembantu rumah tangga yang ‘sudah pensiun’ dari pekerjaannya. Diceritakan, Mbok
Jah, pembantu tersebut, sudah beberapa kali tak balik ke rumah majikannya pada
saat Lebaran karena kondisi kesehatannya yang tak lagi mengizinkan. Padahal,
dulu, saat ia pamit pulang pada majikannya di kota, ia berjanji untuk
menyempatkan diri balik ke kota di saat Lebaran datang, untuk berkumpul bersama
keluarga majikannya dan memasakkan masakan khas Lebaran untuk mereka. Namun,
Mbok Jah tak lagi ‘sanggup’ menepati janjinya itu.
Karena Mbok Jah tak lagi datang selama dua kali Lebaran,
keluarga majikannya pun mengunjungi Mbok Jah ke kampung. Mereka khawatir
terjadi yang tidak-tidak pada Mbok Jah. Memang, karena Mbok Jah sudah lama
(berpuluh tahun) bekerja pada keluarga itu, mereka sudah menganggap Mbok Jah
sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri. Masakan Mbok
Jah selalu dinanti-nanti setiap kali lebaran tiba.
Meski setelah
sampai di rumah Mbok Jah mereka menemukan pembantu yang setia itu dalam kondisi
sehat wal’afiat, namun mereka tertohok oleh suatu kenyataan yang tak pernah
mereka bayangkan sebelumnya. Mbok Jah tinggal di sebuah gubuk reyot di dataran
tinggi Gunung Merapi. Bayangkan, gubuk kecil tersebut hanya memiliki satu ruang
‘multifungsi’, tempat semua kegiatan rumah tangga Mbok Jah dijalankan. Selain
tempat memasak, ada sebuah amben, yang berfungsi ganda sebagai ‘tempat
duduk’ tamu dan ‘tempat tidur’ Mbok Jah. Namun, Mbok Jah tetaplah ‘hadir’ di
depan majikannya sebagai seorang abdi yang setia dan patuh. Ia begitu terharu
begitu mengetahui majikannya dari kota datang jauh-jauh ke sana, sengaja
mengunjunginya.
…………..”
Tanpa menunggu pendapat
ndoro-ndoronya mbok Jah langsung saja menyibukkan dirinya menyiapkan makanan. Kedono
dan Kedini yang ingin membantu ditolak. Mereka kemudian menyaksikan bagaimana
mbok Jah mereka yang di dapur mereka di kota dengan gesit menyiapkan makanan
dengan kompor elpiji dengan nyala api yang mantap, di dapur desa itu, yang
sesungguhnya juga di ruang dalam termpat mereka duduk, mereka menyaksikan si
mbok dengan sudah payah meniup serabut-serabut kelapa yang agaknya tidak cukup
kering mengeluarkan api. Akhirnya semua makanan itu siap juga dihidangkan di
meja. Yang disebutkan sebagai semua makanan itu nasi tiwul, daun singkong rebus
dan sambal cabe merah dengan garam saja. Air minum disediakan di kendi yang
terbuat dari tanah.”
Suasana sendu
dan haru dalam cerpen ini kian jelas terbaca ketika Mbok Jah bersikeras
menghidangkan masakan ‘khas’ kampung pada majikannya. Dengan cekatan, Mbok Jah
menyiapkan sajian makan siang untuk majikannya berupa sambal terasi dan daun
ubi rebus. Hal ini membuat sang majikan tersadar betapa hidup Mbok Jah begitu
susah. Di rumah mereka di kota, Mbok Jah bahkan boleh dibilang sudah terbiasa
memasak spaghetti dan masakan mewah lainnya. Tapi, keadaan Mbok Jah di
desa sungguh jauh berbeda.
Tokoh Mbok Jah
adalah contoh yang paling baik dari sosok orang-orang ‘malang’ yang tak
merasakan kehangatan lebaran ini. Mbok Jah yang sudah ditinggal putra semata
wayangnya, itu menjalani hari-hari tuanya sendirian di kampung. Pun, uang yang
dulu ia kumpul sedikit demi sedikit dari hasil jerih payahnya, yang kemudian ia
gunakan untuk mengurus tanah warisan keluarga, habis tak berarti. Keluarga yang
dulu ia percayai untuk mengurusi tanah tersebut ternyata tak melakukan apa yang
diharapkan Mbok Jah. Harapannya untuk bisa hidup tenang di hari tua, nampkannya
tak akan pernah terwujud. Namun, di atas semua itu, Mbok Jah tak pernah
mengeluh. Ia menerima semuanya dengan ikhlas, nrimo – kearifan yang tak
lagi banyak dimiliki orang.
Dalam cerpen yang berjudul ”Mbok Jah”, cerpen ini umar kayam ingin memberikan
pesan bahwa sebuah kesederhanaan dan kerendahan hati sangat diperlukan. Karya
sastra memang tidak pernah terlepas oleh realitas. Kentalnya nuansa jawa
termasuk di dalamnya nuansa Yogyakarta dan
Gunung Kidul muncul sebagi latar tempatnya yang membuat semakin kental suasana
masyarakat jawa yang sangat kentara menarik pembaca, sehingga dengan mudah
mengikuti alur ceritanya.
Umar kayam
melukiskan sebuah pesan moral dengan sangat sederhana namun dapat memeberikan
kesan yang mendalam tentang pesan yang akan disampaikan melalui cerpen ini. Cerpen
Mbok Jah, yang menceritakan bagaimana sebuah kesederhanaan dan kerendahan hati
seorang pembantu rumah tangga, yang sangat santun dengan sifatnya yang “ndesani” sangat kentara ketika
memanggil majikannya sebagai “ndoro”
yang pada masa sekarang sarat dengan kesenjangan social, namun dalam cerpen “
Mboh Jah “, digambarkan sosok yang patuh dan sayang kepada majikannya.
Dibuktikan dengan ketidaksetujuan dari pihak keluarga Mulyono ketika mendengar
Mbok Jah ingin pergi ke kampungnya. Sosok Mbok Jah digambarkan sebagai sosok
yang sangat penting dalam kehidupan Mulyono
Diketahui
bahwa kehidupan dalam budaya ( kultur ) jawa adalah kehidupan yang penuh dengan
adat dan kebiasaan yang santun, selain itu kebudayaan jawa mengajarkan
bagaimana kita berperilaku dan bermartabat baik, jujur, dan ihklas dalam
menjalani kehidupan dan pekerjaan, yang sarat dengan kearifan lokal yang kental
dengan adat ‘desa’ nya.
Dalam cerpen Mbok Jah ini digambarkan
bagaimana kerendahan hati dan kesederhanaan berdampingan dengan rasa tidak
ingin menyusahkan orang lain yang diperankan oleh Mbok Jah. Rasa ngrumangsani
atau melihat diri sendiri, mengabdi secara iklas tanpa minta imbalan yang
lebih-lebih memberikan pelajaran moral yang sangat berharga bagi kita.
Pada jaman sekarang, rasa ngrumangsani dan
rendah diri sudah mulai pudar dan hilang. Sekarang sudah menilai sesuatu dengan
ukuran benda atau materi. Rasa iklas dan setia sudah mulai hilang dari
masyrakat kita, khususnya para pekerja dalam pemerintahan. Pengabdian kepada
pemerintah, bangsa dan Negara hanya sebagai kedok atau topeng untuk memperkaya
diri sendiri.
Rasa rendah diri dan kesederhanaan aganya
harus mulai dibangun dalam pola piker masyarakat sehingga menumbuhkan adanya
kepekaan terhadap lingkungan sekitar khususnya kepentingan bersama. Jelaslah
bahwa Lebaran itu multidimensi dan multiaspek. Unsur agama berbaur dengan unsur
tradisi/kebudayaan, unsur gengsi, unsur ekonomis, dan lain-lain.
Read User's Comments(0)
Diposting oleh
Unknown
Cara intropeksi diri sendiri
06.30 |
Hi friends, upsss… bentar lagi udah lebaran nich… Pernah ngga sich tebesit di pikiran kamu, apa yang kita lakukan selama sebulan ini. Merasakan hal yang biasa - biasa saja atau bahkan mengalami sesuatu yang luar biasa… Coba aja kamu buat muta’baah sendiri. Yah sejenis intropeksi diri gitu dech… pertanyaannya antara lain : Coba pikirkan Apa saja kegiatanmu selama ini? Untuk apa kamu habiskan waktumu? Amal kebaikan apa yang telah kamu perbuat? Amal kebaikan apa yang belum sempat terlaksana? Bagaimana…..?? Apa….?? Nah, coba kamu renungkan, Jika, kamu mengalami hal yang biasa-biasa saja. Try to be the best for yor self. Jadikan dirimu menjadi orang yang luar biasa ke depan. Semoga hari ini lebih baik dari hari hari sebelumnya yaaa...
Diposting oleh
Unknown
Langganan:
Postingan (Atom)